Bandara Changi dan Bom


Bertempat di bandara Changi, sebuah keluarga kecil terdiri atas bapak, ibu dan dua anak (lelaki 8 tahun dan perempuan 13 tahun) bersiap melakukan prosedur tetap pemeriksaan bandara untuk kemudian terbang menuju Darwin dengan agenda liburan keluarga.

Si ibu dan anak perempuannya lebih dahulu diperiksa. Sementara si bapak dan si anak lelaki masih di loket ticketing untuk urusan visa si anak. Si anak perempuan ini selesai di-scan, kemudian ibunya. Ia sudah diperiksa secermatnya oleh para petugas, dari mulai mencopot semua benda logam, mencopot sepatu, menyerahkan tas tangan untuk di-scan, lalu melewati detektor tanpa bunyi beeping, yang berarti aman. Setelah itu ia diminta petugas untuk mengambil semua barang-barang yang tadi dicopotnya, termasuk di antaranya adalah sepatu boot.

Dari jauh, anak perempuannya mendekati dan bertanya, “Bu, kenapa sih kok harus buka sepatu boot?”

Jawaban si ibu, “Mereka (para petugas) takut kalau-kalau kita menyimpan bom di sepatu kita.”

Tiba-tiba seorang petugas keamanan yang berdiri di depan si Ibu ini berkata dengan kasar dan keras, “Repeat what you just said!” Kebingungan, si ibu pun mengulanginya lagi setelah sebelumnya bertanya, “Maksud Anda, saya disuruh mengulangi apa yang barusan saya katakan pada anak saya?” Usai mengulangi kata-kata dia pada anak perempuannya, si petugas langsung menyuruh ibu dan anak ini untuk menepi dan dia akan melaporkan bahwa si ibu sudah menyebut kata “bomb” sebanyak dua kali (catatan: yang kedua itu karena disuruh mengulang oleh si petugas).

Kisah setelah itu adalah kericuhan.

Si ibu diinterogasi dengan kekasaran beberapa petugasnya. Disuruh mengulang lagi apa yang barusan dia katakan pada anaknya tapi dia menolak, menyadari bahwa bisa saja dia terus mengulang dan kata bom dihitung terus menerus. Perempuan warga Singapura ini berusaha untuk tetap tenang meskipun ia dikerasi bahkan dikasari petugas.

Then an Indian lady (Sivamalar) at the customs started hurling at me and my daughter and said that I said the word "bomb" twice and it is against the law and I can be sent to jail and they are calling the police.

She (Sivamalar) was so loud and rude and she shoved us to the side, and refused to listen to my explanation. In fact, she got so aggressive that another officer Ricky Lim (I guess it's her supervisor) had to come forward to stop her from further attacking me and my daughter verbally, and specifically asked Sivamalar to "shut up". I told Ricky Lim that I would like to know the names of his staff because their attitude and rudeness were simply beyond any acceptable level.

Immediately Sivamalar got so angry and aggressive that she started charging at Ricky Lim and hurled "What?! What?! What?! She (she meant me) said the word "Bomb" twice, so what is wrong with arresting her (which is me) and we were told that if we heard the word twice, we will arrest!!"

I also believe that that the officers were deliberately provoking me by being rude and intimidating, in the hope that I will retaliate in kind, thereby making their unreasonable actions justifiable.

Suaminya yang sudah selesai mengurus tiket dan visa anak lelaki mereka telah berusaha menjelaskan duduk persoalannya bahwa mereka hanyalah keluarga yang ingin liburan, tetap saja: para petugas itu ngotot pada alasan “mengucapkan kata bom dua kali”.

Perempuan ini bernama Sandra Tan. Petugas yang memintanya mengulang kata-katanya tadi adalah Stephen S Naidira. Petugas perempuan yang lalu jadi sangat agresif tadi bernama Simalavar.

Setelah polisi datang bersama dengan SWISS PORT, pemeriksaan dilakukan dengan tenang, tertib, dan hasilnya adalah No Case Whatsoever Against This Family. Menurut Sandra dalam surat pengaduannya, the State Police and the SWISS PORT personnel were the only ones who conducted themselves professionally and offered us consolation and meaningful advice. They have also at some stages expressed their personal views that they acknowledged this incident was gravely mis-handled on the part of the security officers.

Tapi, tetap saja Sandra tidak terima diperlakukan demikian. Belum lagi melihat anak-anaknya yang ketakutan dan menangis terus menerus. Belum lagi liburan yang berbiaya tidak sedikit yang batal dilaksanakan. Belum lagi sisi psikologis dimana mereka diperiksa (dengan kasar) di depan banyak orang seolah-olah mereka itu pembawa bom betulan.

Saya membaca surat pengaduan dan keluhan Sandra Tan ini dari blog mas Tomi Satryatomo (makasih mas buat informasinya). Dan keheranan atas begitu dungunya para petugas di bandara Singapura itu. Benar-benar kelewatan. Jika di dalam textbook aturan bandara memang disebutkan bahwa mereka yang mengucapkan kata Bom bisa ditangkap, tidakkah mereka bisa berpikir common sense sedikit dengan menaruh konteks dan situasi di dalamnya? Kalau kemudian si anak perempuan lagi baca koran keras-keras dan bilang, “Indonesia kena bom lagi!”, masa sih langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara?

Orang-orang seperti Simalavar dan Stephen S Naidira ini, membuat saya mengerti kembali apa yang disebut dengan “dungu, bodoh, goblok, dan pede dengan kegoblokannya itu sepenuh hati, atas nama sebuah aturan."
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Bandara Changi dan Bom"